Senin, 26 Desember 2011

suatu hari yang hampir ada

0 komentar
pada suatu hari yang belum pernah ada
kamu terbangun dengan aroma teh yang aku buat
memeluk tubuhku erat-erat
membisikkan kalimat-kalimat yang sungguh memikat
begitu siang menjelang,
kamu menemaniku makan siang
sambil membicarakan masa depan yang pernah kita rancang
ketika hendak tidur kamu usap kepalaku
sambil menonton acara kesayanganmu di televisi 14 inci itu
dan terlelap sebelum kamu sempat mencium keningku

pada suatu hari,
'pada suatu hari yang belum pernah ada' itu hampir ada,
sebelum kamu menerima telfon seraya berlalu begitu saja

saya bukan siapa-siapa, tapi menyayangimu

0 komentar
saya bukan siapa-siapa, tapi menyayangimu, sayang
yang selalu punya waktu untuk menemanimu minum kopi
di setiap langit sore yang merayu manja untuk selalu diingat jingganya

saya bukan siapa-siapa, tapi menyayangimu, sayang
yang lebih dari jenius untuk sekedar tahu kamu sedang dirundung pilu
karena matamu, biasanya tidak sesayu itu

saya bukan siapa-siapa, tapi menyayangimu, sayang
sekalipun dunia berkata jangan. sekalipun semesta berkonspirasi untuk memisahkan. sekalipun Tuhan menitipkan pesannya lewat perbedaan

saya yang bukan siapa-siapa, telah menyayangimu, dan akan menyayangimu, dan telah terbiasa menyayangimu
seperti secangkir kopi yang tidak terlalu manis namun selalu kamu cari
seperti sepasang mata yang sayu namun selalu jujur
seperti Tuhan yang tidak pernah tidur

saya yang bukan siapa-siapa, memang tidak akan menjadi siapa-siapa, tapi menyayangimu lebih dari siapa-siapapun, diseluruh penjuru semesta
tidak percayakah kamu sayang?
lihatlah saja, maka kamu akan terkesima :)

Rabu, 14 Desember 2011

empat kata dan satu tanda tanya

2 komentar
apa kabar kamu sekarang?

lama ya kita tidak berbincang-bincang
saya masih sering lho terkenang
saat-saat kita masih suka berpelukan dengan kencang

betapa lucunya kamu saat makan
betapa sedihnya kamu saat hewan kesayanganmu hilang
betapa riangnya kamu saat menonton film kesayangan
sungguh, kamu begitu menyenangkan dan tidak pernah saya dibuat bosan

ah, saya jadi merindukanmu sekarang!

ps : jangan menunggu dua musim berganti kalau ingin kembali, karena saya tidak tahu apakah rindu ini masih dapat kamu jumpai :)

penuh dengan kamu

0 komentar
kamar ini penuh sesak dengan jutaan rindu. itu semua karena kamu!
tiap udara yang terhirup hanya membuat sendu
tiap jengkal yang teraba hanya membuat sendi-sendi kehidupanku membeku
dan yang paling parah nya lagi kalau kamu tahu,
tidak ada ruangan lagi untuk rasa selain rasamu

yang benar-benar ingin saya lakukan sekarang hanya satu
tidur dengan perasaan yang tahu,
bahwa jika besok saya terbangun
saya mendapatimu tersenyum sambil berkata lugu
"mari menua berdua bersamaku"

Jumat, 09 Desember 2011

saya rindu kamu

0 komentar
rindu yang saya rasakan adalah rindu yang kompleks
rindu yg aneh, tidak biasa
rindu ini selalu ada, tidak pernah tidak
bagaimana bisa, seseorang merindukan orang lain yang belum pernah dikenalnya?
bagaimana bisa, seseorang merindukan orang lain yang raut wajahnya saja sukar digambarkan di angan2 ?
bagaimana bisa, seseorang merindukan orang yang tega meninggalkannya ketika dia belum bisa apa2 ?
saya bisa.
saya merindukan, selalu merindukan, lelaki yg belum pernah saya kenal, lelaki yang darahnya mengalir dalam tubuh saya..

Tuhan, saya sungguh ingin berbincang dengannya, mengenai kehidupan yg saya jalankan, apakah ini terlalu berlebihan?

Selasa, 06 Desember 2011

musim hujan

1 komentar
musim hujan tahun lalu,
dingin begitu beku, angin berhembus begitu kaku, dan saya begitu abu-abu

banyak waktu yg saya habiskan untuk merenda ulang kenangan
jauh jarak yg saya tempuh untuk menjemput sebuah kesakitan
dan semua itu saya lakukan tanpa sungkan
itu bukan perjuangan, itu kebodohan, yang pernah saya lakukan dengan senyum kemenangan

musim hujan tahun ini,
saya tidak mau sesedih waktu itu lagi
kalaupun saya harus bersedih kembali
saya akan merayakannya dengan baik
sebaik cara saya menikmati kesalahan ini

saya salah. saya tahu dan saya pasrah.
setidaknya saya akan membuat kesalahan ini menjadi kesalahan terindah.
bergabunglah, sayang, jangan gundah.

Rabu, 30 November 2011

i will understand, but not today :)

0 komentar
we didnt even start, so we dont have to end it up
just let the universe conspired to tear us apart, as they conspired to lead us this way
everything has been written down by the best planner ever
i dont want to bother

all i can do is: cherish every moment with you and be your best partner ever
all you can do is: stick with your promise that you wouldnt let me walk alone till i can walk by my own self, and love me as much as you can

and
all we can do is holding hands while talk to God, as we beg to make time froze, and this would be a longlast love. 
so that i dont have to wave goodbye to you, my best partner

ps: if letting you go is called grow up, i    dont want to grow up, i wanna be kids forever :)

Jumat, 25 November 2011

baik :)

0 komentar
Saya tidak tahu ini apa namanya. Sebuah cerpenkah. Sebuah prosa kah. Sebuah sajak kah. Atau sebuah surat. Yang saya tahu, ini sekumpulan kalimat yang tidak pernah sanggup diucapkan oleh lidah saya saat menatap matamu. Ini merupakan sederet kata-kata yang ingin diteriakkan oleh hati saya, ketika yang terlihat hanya air mata. Maka, baca dengan seksama ya, sayang.

Saya menyayangi kamu. Dan saya selalu belajar menyayangi kamu dengan cara yang baik. Saya ingin menjadi baik, paling tidak di mata kamu. Saya berusaha menjadi tempat yang paling baik bagi kamu berkeluh kesah, berbagi susah, hingga berbagi kebahagiaan. Saya ingin menjadi jawaban yang baik atas rindu yang selalu kamu rasakan. Rindu akan pelukan, rindu akan sentuhan, dan rindu akan kehangatan. Saya selalu belajar menjadi wanita yang baik, yang selalu bisa menjadi temanmu dalam kondisi apapun. Saya sadar, ada satu perempuan baik diluar sana yang sangat menyayangimu, menghabiskan waktunya untuk memikirkanmu, menanti saat-saat berdua bersamamu. Tapi ada satu yang tidak dimiliki perempuan baik itu. Hati yang luas, yang tak bertepi, untuk sekedar memahami, bahwa berbagi itu tidak seindah yang diajarkan sejak dini.

Demikian sayang. Maaf bila terlalu gamblang. Saya hanya ingin berterus terang.

Selasa, 22 November 2011

maaf dari waktu

0 komentar
kami sibuk meminta maaf.
kami sibuk mengusap air mata.
kami sibuk.
jadi tolong jangan ganggu kami dulu.
terutama kamu, waktu.
bisakah kamu berhenti mengusik sejenak ?
meninggalkan kami sebentar?
dan yang paling penting,
kamu harus meminta maaf kepada kami.
karena kamu, semuanya jadi begini.

Jumat, 28 Oktober 2011

Kepada Tuhan kami semua

0 komentar
Kepada Tuhan kami semua.
Yang disembah dengan berbagai cara.

Ijinkan kami berteman, saling menyayangi, saling mendoakan, dan saling menjaga.
Selamanya.
Itu saja.
:)

Selasa, 18 Oktober 2011

2190 siang yang lalu

0 komentar

Saya menemukanmu disuatu siang. Kamu berdiri didepan sebuah ruang. Saya mengamatimu dari jauh, dari seberang. Saya sedang mencari, apa yang membuat kamu mempesona didepan semua orang. Dan saya tidak menemukannya terus terang. Kamu, begitu menarik perhatian memang. Tapi tidak seperti yang orang-orang bilang. dan harus saya akui, kamu yang saya temukan disuatu siang, telah mencuri ruang, di pikiran saya yang seketika hilang.

Saya mencarimu di siang-siang selanjutnya. Kamu selalu ada disana, seperti biasanya. Tetap dengan senyum yang menawan tanpa cela. Saya kemudian tersadar akan suatu hal, saya telah terpesona, seperti orang-orang pada umumnya.

Semenjak siang itu, dan 2190 siang yang telah berlalu, pikiran saya semakin tidak mampu menampung pesonamu yang kian menggebu-gebu. Lalu kamu, meluap begitu saja seperti laut yang biru dan abu-abu. Menggerogoti pintu hati saya dan masuk kedalam situ. Dan disanalah sekarang kamu. Tetap mempesona, seperti pertama kali saya menemukanmu di suatu siang yang biru, di 2190 siang yang lalu.

Sabtu, 15 Oktober 2011

Senja dan Bangunan Tua

3 komentar

Disini hanya ada saya, bangunan tua, dan sebuah senja. Itupun termakan mega. Tapi cukuplah untuk membuat akhir pekan ini mendekati sempurna. Memang, senja kini menjadi klise karena hampir semua orang memburunya. Mereka berbondong-bondong ingin melalap senja, tanpa tahu benar apa yang tengah dinikmatinya. Mereka tergesa-gesa mengabadikan senja. Padahal tanpa mereka tahu, senja yang sebenarnya tidak bisa ditangkap dan direkam oleh siapapun dan menggunakan kamera apapun yang mereka punya. Saya selalu berfikir, dan sampai sekarang masih bertahan dengan analisa saya. Senja itu merupakan gejolak semesta. Semesta ingin mengajarkan kepada semua, bahwa proses perubahan dalam hidup itu bisa dibuat begitu mempesona. Semempesona senja. Yang jingga. Namun tak berjeda.

Tidak ada yang bisa menahan senja, termasuk bangunan tua tempat saya berada. Menurut saya, bangunan tua ini adalah penikmat senja paling setia. Ia tidak pernah sendirian, selalu ditemani ratusan orang yang ingin merekam momen berharga, semacam senja. Selalu ditumpahi keluh kesah semacam kesakitan atau bahkan cerita bahagia.Dinding-dinding yang usang itu membuat saya bertanya-tanya. Apakah mereka pernah lelah mendengarkan ribuan cerita yang hampir tiap hari datang menyapa?

Pada akhirnya saya juga menjadi mereka. Menjadi orang kesekian yang membagi cerita dengan bangunan tua, si penikmat senja yang paling setia. Tetapi saya tidak merekam, menangkap, atau mengabadikan senja. Senja itu selalu ada dalam hati saya, tidak pernah kemana-mana. Karena seseorang pernah memberikannya untuk saya. Dan sampai kapanpun, ia akan terus disana. Duduk dengan senja, disuatu ruangan di hati saya, hingga suatu masa, hingga semesta menjadi entah apa namanya :)

Rabu, 12 Oktober 2011

Sepucuk Surat Untuk Pagi

0 komentar

Saya menulis sepucuk surat untuk pagi. Disuatu hari yang terlalu dini. Ketika semua sedang sibuk bermimpi. Bermimpi tentang menjemput kekasih di ujung pelangi, atau bahkan menemukan kekasihnya berkekasih lagi . sementara semua sedang sibuk terhegemoni mimpi, saya malah sibuk menulis surat untuk pagi. Saya tidak pernah merasa sesemangat ini. Maka dari itu saya memutuskan untuk menulis surat, untuk pagi.

Lalu kira-kira begini bunyi surat saya untuk pagi:
Saya sungguh-sungguh mencintai kamu, pagi. Jangan pernah beranjak pergi. Dari hati. Apalagi dari imajinasi ini. Sekian saja barangkali. Semoga tidak mengganggumu yang sedang bersama kekasih hati :)

untuk lelaki yang selalu saya sebut dalam doa

0 komentar
Semburat senja yang selalu kamu tunggu kadang tidak begitu ramah. Seringkali ia seolah menyindir. Menyindir kehidupan, menyindir perasaan, menyindir kenyataan. Kehidupan kita yang terlanjur berantakan, perasaan kita yang sukar didefinisikan, dan kenyataan bahwa saya dan kamu sekarang tidak saling bergandengan tangan.

Saya tidak begitu tahu pasti, apa yang kamumakan untuk sarapan, siapa teman yang kamu kirimi pesan dikala makan siang, dan dengan siapa kamu menghabiskan separuh malam dibawah temaram lampu-lampu kota.

Kamu adalah secuil semesta yang pernah menyeruak tajam di fluktuasi kehidupan saya. Kamu merupakan bagian dari deretan penyemangat dalam hidup saya. Dan kamu ialah bunga tidur yang paling sering hadir menyemarakkan malam-malam saya.

Tulisan ini saya buat, ketika saya pikir kamu sudah tidak mampu lagi dicerna oleh akal dan dirasakan oleh hati saya. Ketika yang saya rasakan hanya kaku disekujur tubuh bila mendengar namamu disegala perbincangan. Ketika yang saya tahu hanya ingin menangis bila merasakan rindu yang tak kunjung menemukan rumahnya beradu.

Dan ketika saya tidak tahu harus berbuat apa dengan semua itu, saya hanya bersujud, berbincang kepada Tuhan, dan menyebut namamu berulang kali dalam perbincangan kami.

Ya, tulisan ini saya dedikasikan untuk kamu, lelaki yang selalu saya sebut dalam doa.

Minggu, 28 Agustus 2011

halo pagi :)

0 komentar
Halo kamu !

Akhirnya kamu sampai disini juga
Tetap dengan senyum yang menawan tanpa cela
Membuat saya tidak kuasa untuk tak terpesona
Saya hanya ingin berterimakasih tak terkira
Karena kamu selama ini ternyata selalu ada
Tidak pernah kemana-mana
Meskipun terkadang semesta memberikan area yang berbeda untuk kita
Tapi ia tidak sekalipun membatasi tatapan mata kita
Yang selalu ingin bertemu dimana saja

Kamu,
Kadang membuat saya cemburu
Kadang membuat jantung saya berdegup kaku
Kadang juga membuat saya jatuh cinta hingga tersipu malu
Tapi itulah kamu, tidak pernah lelah memberikan saya semangat baru
Setiap hari, selalu begitu
Kalau sudah begitu, bolehkan saya menyebut kamu : pagiku? ;)

nostalgia

0 komentar
saya bercengkerama dengan nostalgia
menggenggam harapan yang dulu pernah saya punya
padahal kini sudah terbukti tidak ada
tapi saya sedang bernostalgia, jadi sah-sah saja kan?

Saya bertumpu pada angan-angan masa lalu yang kini telah menjadi debu
Debu yang kian tebal menutupi memori-memori yang kini menjadi kaku
Karena saat saya membayangkan kamu, teman perjalananku
Saya hanya merasakan rindu.

Rindu adalah ketika sesuatu yang pernah dulu menjadi kebiasaan, menguap menjadi kenangan
Atau bahkan khayalan yang tak pernah terwujudkan

Dan saat seribu, duaribu, bahkan sepuluh ribu rindu tak kunjung terobati,
Nostalgialah yang dapat memberi warna tersendiri disini
Di hati saya yang terlanjur sepi, karena kamu memilih pergi

Oiya!
Sampai jumpa di garis finish :)

Minggu, 05 Juni 2011

kepada : teman perjalanan

0 komentar
saya tahu rasanya,
menjadi gelap saat semua terang, bahkan bersinar dengan lantang. Saat mayoritas menjadi pemenang, dan minoritas hanya menjadi penonton yang duduk tenang, saya memilih untuk mengambang, lalu menghilang.

Saya tahu rasanya,
menjadi dewasa saat semua sedang terhegemoni dengan kehidupan kanak-kanak. Ketika kenyataan pun tidak bisa saya tolak, saya hanya bisa menyimak, apa yang akan semesta berikan untuk mengejutkan hidup saya kelak.

Saya tahu rasanya,
menjadi jujur saat dunia tengah asik berdusta, untuk mendapatkan apa yang diminta. Saat itu pula, saya hanya bisa iba pada diri saya, karena tidak akan ada yang peduli juga. Saya bukan siapa-siapa. Saya hanya bagian kecil dari sebuah pertunjukkan yang serba ‘maha’.

Saya tahu rasanya,
menjadi dia yang terengah-engah mengejar kehidupan yang berlari serba cepat. Atau menjadi dia, yang selalu berusaha menjadi tepat bagi siapa saja yang menginginkan tempat. Bahkan dia, yang seringkali hidupnya terhambat hanya karena alasan-alasan yang dibuat-buat.

Untuk mengetahui semua itu, saya harus berjalan jauh terlebih dahulu. Bertemu ratusan ribu orang yang tidak semuanya saya tahu. Menjumpai kesalahan-kesalahan yang selalu membuat hati kelu. Mengecap harapan-harapan yang seringkali palsu dan menipu. Sampai akhirnya saya tahu sesuatu, bahwa hidup memang memiliki pola seperti itu. Pola yang masih saja sering membuat saya menopang dagu.

Dan kepada seseorang yang kini saya sebut sebagai teman perjalanan,
Saya bukan orang yang kekanak-kanakan. Tapi kadang saya juga berbuat kesalahan, dan masih butuh secuil pengertian. Apabila saya salah mengambil jalan, bukan karena saya tidak membaca panduan, tetapi lebih kepada alasan keadaan. Ada yang kamu tidak paham dari kehidupan yang saya jalankan, yaitu keadaan seringkali berevolusi menjadi paksaan, paksaan untuk mengorbankan.

Satu hal yang harus kamu ketahui, kamu tidak pernah tidak ada disini. Sedetikpun, sama sekali.

Sabtu, 23 April 2011

kamu, kamu, kamu, dan kamu :)

2 komentar
Sekarang saatnya menyelimuti diri sendiri,
dengan angan-angan atau bahkan dengan kenangan yang perlahan sembunyi.
Terlalu sering mengumbar logika, membuat perasaan saya mati.
Tapi terkadang perasaan saya menjadi tidak tahu diri,
jika terlalu sering dituruti.
Sekarang mau itu, besok mau ini.
Selalu meminta lebih setiap hari
Saya jadi berpikir begini,
apa saya bunuh saja dua-duanya biar sepi sekali?
Nanti kalau saya tidak punya logika lagi,
bagaimana saya bisa memikirkan kamu setiap hari?
Kalau perasaan saya mati,
apa yang bisa saya berikan buat kamu, pencuri hati?
Ah, saya jadi ragu lagi.
Yang jelas, saya mau mencintai kamu setiap hari.
Tanpa berpikir bagaimana ujung kisah ini.
Tanpa ada yang harus merasa disakiti.
Karena saya terlalu menyayangi kamu kamu kamu dan kamu yang setiap hari ada disini.
Sungguh, saya berani bersumpah atas apapun yang ada di dunia ini.
:)

saya dan teman pencerita

0 komentar

Masa depan itu seperti apa ya?

Apakah ia seperti barisan semut yang selalu menyapa? Kemana saja selalu bersinggungan apabila bertemu kawan sebaya. Tidak pernah lupa untuk selalu berbagi beban hingga tawa. Akan selalu ingat bahkan ketika tubuh sudah renta.

Apakah ia seperti pasir di lautan? Hidupnya bergantung pada hembusan angin dan deburan ombak yang jantan. Kadang mengambang di air yang menghampar, kadang menyenderkan diri di kaki-kaki pepohonan. Selalu menikmati kenyataan. Dimana saja bisa merebahkan diri dengan pelan, tak pernah enggan.

Apakah ia selalu ramah seperti penduduk desa? Menyapa siapa saja yang datang ketempatnya. Menyambut dan memberi minuman dengan segelas cangkir tua. Menemani menikmati senja sambil bercerita. Dari malam hingga pagi buta, tidak berjeda.

Di benak saya, masa depan itu individual. Nyata dan tidak pernah membual. Memberikan pertanyaan yang kadang janggal. Sulit dicerna dengan akal. Teman pencerita sudah tidak mau tinggal, bahkan untuk mendengarkan cerita yang tinggal sepenggal. Pergi begitu saja tanpa rasa menyesal. Sungguh masa depan yang begitu individual.

Teman pencerita, lalu bagaimana dengan kotak impian kita? Kotak yang kita sanjung-sanjung sedemikian rupa, dan akan kita buka ketika kita sudah renta. Kita tiup debu-debu yang bertaburan diatasnya. Kita buka pelan-pelan untuk mengambil isinya. Kita nikmati kenangan-kenangan didalamnya sambil tertawa. Bukankah itu rencana kita? Apa masih bisa terlaksana? Jika sekarang saja kita sudah sulit menyamakan persepsi tentang semesta dan senja. Pecayakah kamu, saya sangat sedih bila mengingat realita dan gambaran masa depan yang masih maya.

Satu hal yang ingin saya lakukan saat ini, teman pencerita. Saya ingin menghentikan siklus ini barang lima detik saja. Untuk menyadarkan kamu, bahwa saya disini sangat tersiksa, karena kamu yang tak mau lagi bercerita. Dan saya tidak tau apa sebabnya.

18 april 2011

Minggu, 03 April 2011

sandiwara jatuh cinta

0 komentar
Saya mendeskripsikan diri saya sebagai seseorang yang diseret ke dalam sebuah sandiwara. Menikmati peran yang dihadiahkan, apapun bentuknya. Meskipun sering memendam kecewa, tapi apa daya? Saya menjadi lemah jika berada dihadapannya. Dia si sutradara. Yang seringkali saya sebut namanya di dalam doa. Yang selalu membuat hal nyata menjadi maya. Tapi entah kenapa saya menikmatinya. Dan terus membiarkan diri saya terperosok sedalam-dalamnya.

Hening.

Tidak ada sorot lampu yang terang benderang
Tidak ada tepuk tangan penonton yang bergemuruh lantang
Tidak ada pemeran pengganti yang siap ditantang

Benar-benar hening.

Dengan mata terpejam saya menyeret kaki-kaki ini. Perlahan masuk menuju ke dalam panggung yang sangat sepi. Saya tetap terpejam sambil berdoa lirih dalam hati. Saya tidak berani membuka mata saat ini. Kenyataan ini terlalu menyurut semangat saya untuk berjalan dengan raut wajah berseri-seri. Saya memilih begini. Menunggu keajaiban seperti menunggu mati. Menunggu sesuatu yang tidak pasti. Sangat tidak pasti.

Ah! Itu dia! Sang pemilik suara sudah ada disana. Suara yang selalu saya rasakan indahnya ketika dunia saya sedang murka. Dia sudah berada di panggung sandiwara. Entah bersama siapa. Suaranya terus bergema di telinga. Suaranya mengisyaratkan dia sedang tertawa. Entah karena lelucon siapa. Saya tetap berjalan dengan hati dan asa yang tersisa. Sambil berdoa, semoga dia datang menjemput dan memapah saya ke dalam alam bawah sadarnya.

Saya beranikan diri untuk membuka mata yang terpejam. Mencoba meghadapi kenyataan yang demikian kelam. Ternyata memang benar, dia sedang duduk sembari tangannya menggenggam. Dengan latar suasana malam, tatapan matanya menyiratkan dia sedang berada di suatu alam, yang sepertinya membuat dia tenggelam. Saya pun mendekat dan menatap matanya tajam. Memberanikan diri memecah kesunyian yang kian mencekam, dengan berkata, “Bernyanyilah, hilangkan hati yang muram.”

kami bernyanyi berdua
kami berdansa
kami bersandiwara

lalu di akhir cerita,
kami jatuh cinta
:)

Selasa, 29 Maret 2011

46 detik

0 komentar

Suara 46 detik itu selalu membuat saya pilu
mengantarkan rindu ketempatnya beradu
membawa angan-angan ke langit yang biru mendayu
menghangatkan telingan lewat lagu yang syahdu
menenangkan jiwa yang terasa sedikit sendu

Suara 46 detik itu selalu ingin saya dengarkan
sekalipun itu hanya kenangan
saya sadar, saya bukan penantian
maka dari itu saya hanya merebahkan diri pelan-pelan
bukannya menjatuhkan diri ke dalam pelukan

Suara 46 detik itu selalu ingin saya dekap
terlebih mata pemiliknya, yang selalu ingin saya tatap
sambil bernyanyi bersama dengan penuh harap
karena kehadirannya selalu membuat saya lengkap

Selama 46 detik itu dia meluapkan rasa
rasa yang saya tafsirkan sebagai cinta
atau, entah apalah namanya
saya tidak begitu peduli juga
kalau senja saja memerah mendengarnya
berarti memang benar itu cinta
iya kan, senja?

Selama 46 detik itu pula kami bersenyawa
melebur menjadi satu dengan semesta
menulis aturan sendiri tentang hidup dan asa
tidak mengkhawatirkan apa yang akan kami lakukan di masa tua
karena kami yakin, kami akan berjalan bersama
bukan saling meninggalkan satu sama lainnya

dan,
selama 46 detik itu dia milik saya
setelahnya, saya disini sendirian memendam kecewa

28 Maret 2010
:)

Minggu, 20 Maret 2011

Tolong dan terimakasih :)

3 komentar

Hidup itu barangkali seperti meminum segelas bir. Membayangkan yang indah, menelan yang getir. Apalagi ketika lelaki yang sangat saya cintai perlahan-lahan melepaskan diri seperti pasir. Rasanya seperti monolog yang tidak akan pernah berakhir.

Saya tahu akhir-akhir ini saya sedikit gila. Senja yang jingga saya anggap sedang murka. Angin yang lembut menyapa saya acuhkan begitu saja. Air mata yang selalu keluar tidak pernah saya seka. Umpatan saya ucapkan kepada apa aja yang menimpa. Saya gila membayangkan diri saya. Mengadu nasib pada seorang yang saya duga menjadi cita-cita. Tetapi ternyata hanya angan-angan yang bahkan tidak sempat saya dapatkan cintanya.

Saya melihatnya setiap waktu. Saya berbincang dengannya tanpa jemu. Saya menatap matanya, dan dia menatap mata saya yang sendu. Kami saling terpaku seakan-akan melarang waktu untuk berlalu. “Tolong diam saja disitu, waktu!”. Seketika itu saya benar-benar berharap waktu membeku. Menyublim menjadi lautan biru, yang selalu angkuh dan membuat orang lain cemburu.

Saya dihadapkan pada situasi yang sulit. Dan situasi seperti itu selalu membuat pikiran saya sempit. Saya jadi susah berkelit. Dan kadang tiba-tiba ingin menjadi bulan sabit. Yang tidak pernah berhenti bersinar walau cahayanya sipit. Benar, kan? Pikiran saya sudah sempit dan semakin rumit.

Tolong, lepaskan saya dari keadaan seperti ini. Saya tidak mengeluh tentang bagaimana nanti. Tapi saya hanya ingin cinta saya dihargai. Karena kamu lah orang yang menyeret saya kedalam prahara cinta yang nyatanya tidak pernah bersemi.

Dan tolong, jangan buat saya terjatuh, kalau kamu tidak berencana untuk menangkap jiwa saya yang rapuh.

Terimakasih :)

Sabtu, 12 Februari 2011

:)

1 komentar
Papan-papan kayu tua itu menghampar bak permadani tua. Mereka berbaris rapi memunggungi lautan yang juga renta. Memanjakkan kaki setiap orang yang hendak menyeberang samudera. Mengantarkan setiap hati yang rindu ke tempat yang bisu namun selalu memanja. Semesta sedang berkonspirasi memanjakkan penghuninya. Tak ada yang berani mengganggunya. Ia tahu kapan harus bekerja, agar orang-orang yang patah hatinya kembali tersenyum bahagia. Pada kenyataannya, ia selalu menjadi sandaran saat aku terlalu lelah bergelut dengan masa. Semesta yang kulihat saat ini tidak sedang berpura-pura. Aku percaya. Ia sungguh-sungguh ingin membuat senyumku kembali ada. Aku menikmatinya. Bersama secangkir kopi yang setia menemaniku terjaga. Melihat malam berganti pagi dan pagi berganti senja. Bersama hamparan pasir yang senang memanja kaki-kaki manusia. Bersama ombak yang saling bersinggungan satu dengan lainnya. Bersama mereka yang ternyata cintanya tidak pernah kadaluarsa. Dan untuk pertama kalinya aku lupa akan semua penat dan luka yang masih menganga.

Mengapa aku harus ke tempat itu? Mengapa harus berada di tengah-tengah pepohonan yang bahkan tak bisa diajak bercumbu? Mengapa harus terlentang diapit oleh langit dan laut yang sama-sama biru? Semua itu adalah pertanyaanmu. Semacam pertanyaan orang yang sama sekali tidak pernah tahu arti merindu. Inilah jawabanku: Aku mencintai tempat itu seperti aku mencintaimu, dulu. Aku merasa nyaman berada di tempat itu senyaman saat aku berada di pelukanmu, dulu. Aku bisa menangis dan tertawa dalam satu waktu, seperti yang sering kamu lakukan, dulu.

Dan aku tak pernah seyakin hari ini, untuk menghapus setiap detil wajahmu dari ingatanku. Karena itu yang laut ajarkan kepadaku.

Kamis, 03 Februari 2011

Buku Berwarna Jingga

3 komentar
Buku berwarna jingga itu, kumpulan dari berbaris-baris kalimat yang tak sempat kuucapkan. Kepadamu, kepada mereka, bahkan kepada kalian. Dia sekarang teronggok kaku sebagai kumpulan kenangan. Dalam almari yang seakan memang sudah ditakdirkan untuk diasingkan. Dia berjejer bersama kawan-kawan senasib sepenanggungan. Menanti untuk dibaca kembali ketika ritme hidup mulai pelan.

Buku berwarna jingga itu, menyimpan sejuta kesedihan dan kebahagiaan yang terjadi di masa nya. Kadang ditulis dengan tinta hitam, kadang menggunakan pensil warna. Semuanya punya makna. Mulai dari yang kelam, maupun yang berceceran derai tawa. Kadang dikemas dalam gambar, kadang dalam kata-kata. Selalu berubah dan tidak pernah sama. Seperti hidup yang selalu enggan berpijak di tempat yang itu-itu saja.

Buku berwarna jingga itu, selalu ada saat dunia sedang tidak bersahabat. Ketika pilu mencengkeram terlalu erat. Atau bahkan ketika tawa menjadi cara yang paling tepat. Saat-saat seperti itu sebenarnya merupakan saat-saat yang mempererat. Mempererat pelaku kehidupan dengan DIA yang sebenarnya punya hajat.

Buku berwarna jingga itu, menyimpan banyak sekali namamu. Ya, kamu. Kamu yang setiap detik menyita rongga-rongga di otak kecilku. Kamu yang tidak pernah jengah untuk membuat aku tersipu. Kamu yang selalu tersenyum meyambutku di depan pintu. Kamu yang tidak pernah mengeluh ketika lengan bajumu basah oleh air mata kanak-kanakku. Kamu yang ... ah, terlalu banyak kamu yang ini dan kamu yang itu di pikiranku.

Buku berwarna jingga itu, seakan menertawakan aku saat aku mulai gelisah. Karena dia tahu, aku pasti mencarinya ketika pendirianku mulai goyah. Ketika diterpa amarah atau bahkan gelisah, selalu dia yang menjadi tempat terbaik untuk berkeluh kesah. Aku bahkan tak sempat bertanya padanya, apakah dia pernah lelah?

Buku berwarna jingga itu, telah memberiku lebih dari sekedar arti. Bahwa hidup ini hanyalah tentang berbagi. Berbagi tak harus kepada manusia yang punya hati, yang seringkali tidak lebih mengerti daripada seonggok benda mati.

Buku berwarna jingga itu, mengabaikan segala penat yang dia punya, untuk memberikan apa yang dia bisa. Dia tidak pernah membenciku walau aku hanya memberinya sekeping kisah hidupku yang fana. Dia selalu ada saat aku ingin sekedar membacanya. Paling tidak, dia tahu kemana ku gantungkan sisa-sisa asa.

Akulah buku berwarna jingga mu, sayang. Aku tidak akan pernah bosan mendengar racauanmu tentang bintang. Aku tidak akan mengeluh bila kamu menceritakan seseorang. Aku tidak akan pernah membencimu saat kamu mulai bosan hidup mengambang. Aku tidak akan pernah melarang mu mencariku saat hidupmu sedang bimbang. Aku pernah berjanji padamu dibawah lampu kota yang terang, yang menyorotkan cahaya nanar ke semua orang. Semenjak itu lah aku ingin menjadi buku berwarna jingga mu, sayang. Bahkan sampai kamu tidak ingat, siapa yang memapahmu saat tertatih berjalan hingga akhirnya kamu bisa terbang.

Akulah buku berwarna jingga mu, sayang..

Senin, 31 Januari 2011

cerita sampah

0 komentar

skenario berubah. semula kupikir aku lah pemeran wanita utama sekaligus penulis skenario dalam cerita ini. semula kupikir kamu lah pemeran pria utama. ternyata bahkan kamu adalah sutradara. yang bisa seenaknya merubah jalan cerita. aku pun dibuatmu tak berdaya. semula aku percaya, apa yang kamu gambarkan adalah untuk kebahagiaan kita. tetapi, jalan cerita yang kamu lukiskan kini terasa begitu janggal. mengapa kemudian perlahan-lahan kamu menghilangkan pemeran utama pria? mengapa tiba-tiba kamu buat kisah ini menjadi kisah yang kehilangan canda tawa? mengapa kamu membuat pemeran wanita utama dalam cerita ini selalu mengeluarkan air mata? masih ada seribu dua ratus mengapa lagi yang ingin ku tanyakan kepadamu sebenarnya. tapi baru tiga yang kuajukan, kamu hanya bisa diam dan tak berkata apa-apa. bukankah seharusnya jika aku bertanya, kamu menjawab, begitu juga sebaliknya. tapi mengapa aku yang terus bertanya dan kamu hanya bisa terpana? sudah satu mengapa lagi ku tanyakan padamu, dan kini hanya tersisa seribu seratus sembilan puluh sembilan. ah, mungkin sisa sisa mengapa yang ada di otakku akan kusimpan saja. tak berguna rasanya kutanyakan padamu karena kamu pun tak merasa. kamu tak pernah merasa bahwa kamu lah ujung dari semua mengapa.

cerita ini semakin menjadi cerita sampah! cerita yang bahkan tidak layak dipertontonkan kepada banyak orang. apa yang patut dibanggakan? tentang keegoisan seorang laki-laki yang sibuk menikmati hidup? atau tentang kerapuhan seorang perempuan yang tidak pandai bersyukur? tidak keduanya bukan? memang sudah tidak ada lagi yang dapat dibanggakan dari cerita ini. untuk itu, kapanpun "sang Produser" akan mengakhirinya, aku selaku pemeran wanita utama sudah siap dan rela. dan kamu? tidak perlu dipertanyakan, karena kamu selaku pemeran utama pria sekaligus sutradara sekaligus penulis skenario sudah lebih siap. jauh sebelum aku menyadari bahwa cerita ini akan berakhir begini saja.
tapi aku hanya ingin menyampaikan terimakasih yang tidak terhingga atas kerjasama yang indah selama ini. semoga di cerita selanjutnya, kamu menemukan peran yang tepat, sehingga tidak perlu membuat lawan mainmu bertanya : MENGAPA?