Minggu, 20 Maret 2011

Tolong dan terimakasih :)


Hidup itu barangkali seperti meminum segelas bir. Membayangkan yang indah, menelan yang getir. Apalagi ketika lelaki yang sangat saya cintai perlahan-lahan melepaskan diri seperti pasir. Rasanya seperti monolog yang tidak akan pernah berakhir.

Saya tahu akhir-akhir ini saya sedikit gila. Senja yang jingga saya anggap sedang murka. Angin yang lembut menyapa saya acuhkan begitu saja. Air mata yang selalu keluar tidak pernah saya seka. Umpatan saya ucapkan kepada apa aja yang menimpa. Saya gila membayangkan diri saya. Mengadu nasib pada seorang yang saya duga menjadi cita-cita. Tetapi ternyata hanya angan-angan yang bahkan tidak sempat saya dapatkan cintanya.

Saya melihatnya setiap waktu. Saya berbincang dengannya tanpa jemu. Saya menatap matanya, dan dia menatap mata saya yang sendu. Kami saling terpaku seakan-akan melarang waktu untuk berlalu. “Tolong diam saja disitu, waktu!”. Seketika itu saya benar-benar berharap waktu membeku. Menyublim menjadi lautan biru, yang selalu angkuh dan membuat orang lain cemburu.

Saya dihadapkan pada situasi yang sulit. Dan situasi seperti itu selalu membuat pikiran saya sempit. Saya jadi susah berkelit. Dan kadang tiba-tiba ingin menjadi bulan sabit. Yang tidak pernah berhenti bersinar walau cahayanya sipit. Benar, kan? Pikiran saya sudah sempit dan semakin rumit.

Tolong, lepaskan saya dari keadaan seperti ini. Saya tidak mengeluh tentang bagaimana nanti. Tapi saya hanya ingin cinta saya dihargai. Karena kamu lah orang yang menyeret saya kedalam prahara cinta yang nyatanya tidak pernah bersemi.

Dan tolong, jangan buat saya terjatuh, kalau kamu tidak berencana untuk menangkap jiwa saya yang rapuh.

Terimakasih :)

3 komentar:

tidak untuk serius tapi serius mengatakan...

“You like ‘em?Wow.. please leave…”

andrie manyoel mengatakan...

ingin lepas tapi selalu terlibat...

Dyah Puspita NP mengatakan...

ingin terlibat saat harus melepas :P

Posting Komentar