Minggu, 05 Juni 2011

kepada : teman perjalanan

0 komentar
saya tahu rasanya,
menjadi gelap saat semua terang, bahkan bersinar dengan lantang. Saat mayoritas menjadi pemenang, dan minoritas hanya menjadi penonton yang duduk tenang, saya memilih untuk mengambang, lalu menghilang.

Saya tahu rasanya,
menjadi dewasa saat semua sedang terhegemoni dengan kehidupan kanak-kanak. Ketika kenyataan pun tidak bisa saya tolak, saya hanya bisa menyimak, apa yang akan semesta berikan untuk mengejutkan hidup saya kelak.

Saya tahu rasanya,
menjadi jujur saat dunia tengah asik berdusta, untuk mendapatkan apa yang diminta. Saat itu pula, saya hanya bisa iba pada diri saya, karena tidak akan ada yang peduli juga. Saya bukan siapa-siapa. Saya hanya bagian kecil dari sebuah pertunjukkan yang serba ‘maha’.

Saya tahu rasanya,
menjadi dia yang terengah-engah mengejar kehidupan yang berlari serba cepat. Atau menjadi dia, yang selalu berusaha menjadi tepat bagi siapa saja yang menginginkan tempat. Bahkan dia, yang seringkali hidupnya terhambat hanya karena alasan-alasan yang dibuat-buat.

Untuk mengetahui semua itu, saya harus berjalan jauh terlebih dahulu. Bertemu ratusan ribu orang yang tidak semuanya saya tahu. Menjumpai kesalahan-kesalahan yang selalu membuat hati kelu. Mengecap harapan-harapan yang seringkali palsu dan menipu. Sampai akhirnya saya tahu sesuatu, bahwa hidup memang memiliki pola seperti itu. Pola yang masih saja sering membuat saya menopang dagu.

Dan kepada seseorang yang kini saya sebut sebagai teman perjalanan,
Saya bukan orang yang kekanak-kanakan. Tapi kadang saya juga berbuat kesalahan, dan masih butuh secuil pengertian. Apabila saya salah mengambil jalan, bukan karena saya tidak membaca panduan, tetapi lebih kepada alasan keadaan. Ada yang kamu tidak paham dari kehidupan yang saya jalankan, yaitu keadaan seringkali berevolusi menjadi paksaan, paksaan untuk mengorbankan.

Satu hal yang harus kamu ketahui, kamu tidak pernah tidak ada disini. Sedetikpun, sama sekali.