Selasa, 29 Maret 2011

46 detik

0 komentar

Suara 46 detik itu selalu membuat saya pilu
mengantarkan rindu ketempatnya beradu
membawa angan-angan ke langit yang biru mendayu
menghangatkan telingan lewat lagu yang syahdu
menenangkan jiwa yang terasa sedikit sendu

Suara 46 detik itu selalu ingin saya dengarkan
sekalipun itu hanya kenangan
saya sadar, saya bukan penantian
maka dari itu saya hanya merebahkan diri pelan-pelan
bukannya menjatuhkan diri ke dalam pelukan

Suara 46 detik itu selalu ingin saya dekap
terlebih mata pemiliknya, yang selalu ingin saya tatap
sambil bernyanyi bersama dengan penuh harap
karena kehadirannya selalu membuat saya lengkap

Selama 46 detik itu dia meluapkan rasa
rasa yang saya tafsirkan sebagai cinta
atau, entah apalah namanya
saya tidak begitu peduli juga
kalau senja saja memerah mendengarnya
berarti memang benar itu cinta
iya kan, senja?

Selama 46 detik itu pula kami bersenyawa
melebur menjadi satu dengan semesta
menulis aturan sendiri tentang hidup dan asa
tidak mengkhawatirkan apa yang akan kami lakukan di masa tua
karena kami yakin, kami akan berjalan bersama
bukan saling meninggalkan satu sama lainnya

dan,
selama 46 detik itu dia milik saya
setelahnya, saya disini sendirian memendam kecewa

28 Maret 2010
:)

Minggu, 20 Maret 2011

Tolong dan terimakasih :)

3 komentar

Hidup itu barangkali seperti meminum segelas bir. Membayangkan yang indah, menelan yang getir. Apalagi ketika lelaki yang sangat saya cintai perlahan-lahan melepaskan diri seperti pasir. Rasanya seperti monolog yang tidak akan pernah berakhir.

Saya tahu akhir-akhir ini saya sedikit gila. Senja yang jingga saya anggap sedang murka. Angin yang lembut menyapa saya acuhkan begitu saja. Air mata yang selalu keluar tidak pernah saya seka. Umpatan saya ucapkan kepada apa aja yang menimpa. Saya gila membayangkan diri saya. Mengadu nasib pada seorang yang saya duga menjadi cita-cita. Tetapi ternyata hanya angan-angan yang bahkan tidak sempat saya dapatkan cintanya.

Saya melihatnya setiap waktu. Saya berbincang dengannya tanpa jemu. Saya menatap matanya, dan dia menatap mata saya yang sendu. Kami saling terpaku seakan-akan melarang waktu untuk berlalu. “Tolong diam saja disitu, waktu!”. Seketika itu saya benar-benar berharap waktu membeku. Menyublim menjadi lautan biru, yang selalu angkuh dan membuat orang lain cemburu.

Saya dihadapkan pada situasi yang sulit. Dan situasi seperti itu selalu membuat pikiran saya sempit. Saya jadi susah berkelit. Dan kadang tiba-tiba ingin menjadi bulan sabit. Yang tidak pernah berhenti bersinar walau cahayanya sipit. Benar, kan? Pikiran saya sudah sempit dan semakin rumit.

Tolong, lepaskan saya dari keadaan seperti ini. Saya tidak mengeluh tentang bagaimana nanti. Tapi saya hanya ingin cinta saya dihargai. Karena kamu lah orang yang menyeret saya kedalam prahara cinta yang nyatanya tidak pernah bersemi.

Dan tolong, jangan buat saya terjatuh, kalau kamu tidak berencana untuk menangkap jiwa saya yang rapuh.

Terimakasih :)