Sabtu, 12 Februari 2011

:)

Papan-papan kayu tua itu menghampar bak permadani tua. Mereka berbaris rapi memunggungi lautan yang juga renta. Memanjakkan kaki setiap orang yang hendak menyeberang samudera. Mengantarkan setiap hati yang rindu ke tempat yang bisu namun selalu memanja. Semesta sedang berkonspirasi memanjakkan penghuninya. Tak ada yang berani mengganggunya. Ia tahu kapan harus bekerja, agar orang-orang yang patah hatinya kembali tersenyum bahagia. Pada kenyataannya, ia selalu menjadi sandaran saat aku terlalu lelah bergelut dengan masa. Semesta yang kulihat saat ini tidak sedang berpura-pura. Aku percaya. Ia sungguh-sungguh ingin membuat senyumku kembali ada. Aku menikmatinya. Bersama secangkir kopi yang setia menemaniku terjaga. Melihat malam berganti pagi dan pagi berganti senja. Bersama hamparan pasir yang senang memanja kaki-kaki manusia. Bersama ombak yang saling bersinggungan satu dengan lainnya. Bersama mereka yang ternyata cintanya tidak pernah kadaluarsa. Dan untuk pertama kalinya aku lupa akan semua penat dan luka yang masih menganga.

Mengapa aku harus ke tempat itu? Mengapa harus berada di tengah-tengah pepohonan yang bahkan tak bisa diajak bercumbu? Mengapa harus terlentang diapit oleh langit dan laut yang sama-sama biru? Semua itu adalah pertanyaanmu. Semacam pertanyaan orang yang sama sekali tidak pernah tahu arti merindu. Inilah jawabanku: Aku mencintai tempat itu seperti aku mencintaimu, dulu. Aku merasa nyaman berada di tempat itu senyaman saat aku berada di pelukanmu, dulu. Aku bisa menangis dan tertawa dalam satu waktu, seperti yang sering kamu lakukan, dulu.

Dan aku tak pernah seyakin hari ini, untuk menghapus setiap detil wajahmu dari ingatanku. Karena itu yang laut ajarkan kepadaku.

1 komentar:

andrie manyoel mengatakan...

at least there is no more question about why in your mind and in your bloody life...
P.S. : you know who i am, Mr. How, hahaha

Posting Komentar