Sabtu, 23 April 2011

saya dan teman pencerita


Masa depan itu seperti apa ya?

Apakah ia seperti barisan semut yang selalu menyapa? Kemana saja selalu bersinggungan apabila bertemu kawan sebaya. Tidak pernah lupa untuk selalu berbagi beban hingga tawa. Akan selalu ingat bahkan ketika tubuh sudah renta.

Apakah ia seperti pasir di lautan? Hidupnya bergantung pada hembusan angin dan deburan ombak yang jantan. Kadang mengambang di air yang menghampar, kadang menyenderkan diri di kaki-kaki pepohonan. Selalu menikmati kenyataan. Dimana saja bisa merebahkan diri dengan pelan, tak pernah enggan.

Apakah ia selalu ramah seperti penduduk desa? Menyapa siapa saja yang datang ketempatnya. Menyambut dan memberi minuman dengan segelas cangkir tua. Menemani menikmati senja sambil bercerita. Dari malam hingga pagi buta, tidak berjeda.

Di benak saya, masa depan itu individual. Nyata dan tidak pernah membual. Memberikan pertanyaan yang kadang janggal. Sulit dicerna dengan akal. Teman pencerita sudah tidak mau tinggal, bahkan untuk mendengarkan cerita yang tinggal sepenggal. Pergi begitu saja tanpa rasa menyesal. Sungguh masa depan yang begitu individual.

Teman pencerita, lalu bagaimana dengan kotak impian kita? Kotak yang kita sanjung-sanjung sedemikian rupa, dan akan kita buka ketika kita sudah renta. Kita tiup debu-debu yang bertaburan diatasnya. Kita buka pelan-pelan untuk mengambil isinya. Kita nikmati kenangan-kenangan didalamnya sambil tertawa. Bukankah itu rencana kita? Apa masih bisa terlaksana? Jika sekarang saja kita sudah sulit menyamakan persepsi tentang semesta dan senja. Pecayakah kamu, saya sangat sedih bila mengingat realita dan gambaran masa depan yang masih maya.

Satu hal yang ingin saya lakukan saat ini, teman pencerita. Saya ingin menghentikan siklus ini barang lima detik saja. Untuk menyadarkan kamu, bahwa saya disini sangat tersiksa, karena kamu yang tak mau lagi bercerita. Dan saya tidak tau apa sebabnya.

18 april 2011

0 komentar:

Posting Komentar