Sabtu, 15 Oktober 2011

Senja dan Bangunan Tua


Disini hanya ada saya, bangunan tua, dan sebuah senja. Itupun termakan mega. Tapi cukuplah untuk membuat akhir pekan ini mendekati sempurna. Memang, senja kini menjadi klise karena hampir semua orang memburunya. Mereka berbondong-bondong ingin melalap senja, tanpa tahu benar apa yang tengah dinikmatinya. Mereka tergesa-gesa mengabadikan senja. Padahal tanpa mereka tahu, senja yang sebenarnya tidak bisa ditangkap dan direkam oleh siapapun dan menggunakan kamera apapun yang mereka punya. Saya selalu berfikir, dan sampai sekarang masih bertahan dengan analisa saya. Senja itu merupakan gejolak semesta. Semesta ingin mengajarkan kepada semua, bahwa proses perubahan dalam hidup itu bisa dibuat begitu mempesona. Semempesona senja. Yang jingga. Namun tak berjeda.

Tidak ada yang bisa menahan senja, termasuk bangunan tua tempat saya berada. Menurut saya, bangunan tua ini adalah penikmat senja paling setia. Ia tidak pernah sendirian, selalu ditemani ratusan orang yang ingin merekam momen berharga, semacam senja. Selalu ditumpahi keluh kesah semacam kesakitan atau bahkan cerita bahagia.Dinding-dinding yang usang itu membuat saya bertanya-tanya. Apakah mereka pernah lelah mendengarkan ribuan cerita yang hampir tiap hari datang menyapa?

Pada akhirnya saya juga menjadi mereka. Menjadi orang kesekian yang membagi cerita dengan bangunan tua, si penikmat senja yang paling setia. Tetapi saya tidak merekam, menangkap, atau mengabadikan senja. Senja itu selalu ada dalam hati saya, tidak pernah kemana-mana. Karena seseorang pernah memberikannya untuk saya. Dan sampai kapanpun, ia akan terus disana. Duduk dengan senja, disuatu ruangan di hati saya, hingga suatu masa, hingga semesta menjadi entah apa namanya :)

3 komentar:

andrie manyoel mengatakan...

photo kapan kui??nek tulisanmu kapan ra penting...

Dyah Puspita NP mengatakan...

beberapa bulan lalu, kenape ? raurusan

andrie manyoel mengatakan...

koyone aku yo weruh:)

Posting Komentar