Rabu, 01 Februari 2012

Rindu, jangan datang sebelum jam sembilan malam


ini baru jam enam. Saya baru akan makan malam. Kamu sudah seenaknya ada disana. Di suatu sudut hati yang sudah berdebu dan hampa. Merengek minta diperhatikan. Saya mau makan, rindu. Bisa pergi sebentar? Sudah berapa kali saya bilang, kamu boleh datang setelah jam sembilan malam. Kamu baru akan saya perhatikan setelah jam sembilan malam. Kamu boleh meminta apa saja. Kamu boleh meminta untuk menelponnya. Kamu boleh meminta untuk melihat senyumnya. Kamu boleh meminta pelukkan hangat darinya. Tapi semua itu akan kamu dapatkan setelah jam sembilan malam. Bukan sekarang. Sekarang baru petang. Matahari baru saja pergi untuk menemui keluarganya yang juga butuh kehangatan, dan bahkan saya yakin dia belum sampai rumahnya. Bulan baru dalam perjalanan, untuk kembali merekatkan hati-hati yang patah lewat sinar redup manjanya. Dan kamu, seharusnya sekarang masih ditempat asalmu, yang tidak pernah saya tahu.

Rindu, maafkan saya. Kalau kamu merasa tersiksa dengan hal demikian, saya pun merasakan. Bahkan lebih tersiksa dari yang kamu bayangkan. Saya senang setiap kamu datang, sungguh. Tapi keadaan memaksa saya untuk mentaati peraturan yang ada. Setiap kali saya mengusir kamu, saya pilu. Saya ragu. Apakah ini benar saya atau hanya semu?

Rindu, percayalah. Suatu saat nanti, saya dan kamu akan leluasa untuk bertemu. Tidak terbatas waktu. Suatu saat yang saya janjikan untuk kamu. Suatu saat yang telah ditulis Tuhan dalam buku harianNya. Tapi maaf kalau itu masih lama. Karena saat kamu bisa leluasa menemui saya, itu berarti kamu sudah merengek untuk orang yang berbeda. Bukan dia yang sekarang masih kita puja-puja.

Saya percaya kamu bisa melewatinya. Tapi ingat satu hal ya. Jangan datang sebelum jam sembilan malam. Karena sebelum jam sembilan malam, dia sedang sibuk bersama rindu milik yang lain.

0 komentar:

Posting Komentar