Jumat, 03 Februari 2012

ini bukan surat, ini curhat!

Now Listening : Curhat Buat Sahabat – Dewi Lestari

Pertama, bayangkan saja kita sedang berada di atap rumah tempat biasa kita bercerita ya. Ada secangkir teh hangat kesukaan saya, dan secangkir kopi panas yang tidak pernah absen kamu minum setiap harinya. Dan dua bungkus rokok yang bermerek sama. Eh, bukan. Rokok kita sekarang seringkali berbeda. Saya tidak tahu alasan kamu sekarang sering berpaling dari rokok yang rasanya seperti surga ini, tapi yasudahlah. Mungkin kamu sedang bosan.

Lalu, darimana saya harus memulai? Tentu saja saya yang harus memulai, karena memang saya yang ingin bercerita. Sudah lama sekali semenjak terakhir kita bertemu, saya bahkan sudah tidak ingat lagi baju apa yang kamu pakai waktu itu. Kita sedang tenggelam dalam hegemoni dunia yang semakin kesini semakin kejam dan tak kenal ampun. Jujur, saya kelelahan. Saat-saat seperti inilah yang saya butuhkan. Untuk sekedar memahami kalau saya masih punya orang seperti kamu. Saya telah melalui banyak hal, dan saya yakin kamu juga. Saya bisa mengetahuinya dari setiap tweet-tweet mu. Kita telah melalui banyak hal, yang sangat melelahkan. Tapi ijinkan saya bercerita terlebih dahulu ya?

Semalam saya bersedih. Tapi bukan sedih yang seperti biasanya. Rasanya sungguh perih. Kamu pasti tahu penyebabnya. Tidak lain dan tidak bukan …itulah. Semalam saya merasa sangat tidak dihargai. Saya benar-benar tidak dihargai. Sebenarnya hal seperti itu akhir-akhir ini sering terjadi, tapi entah mengapa saya masih saja bisa bertahan. Tapi tidak untuk semalam. Segala doa sudah saya ucapkan, segala puji-pujian saya lantunkan kepada Tuhan, tapi tetap tidak bisa mengobati luka yang saya rasakan. Saya hanya ingin mempercepat waktu, atau keluar dari keadaan ini, secepatnya. Tapi apa yang bisa saya lakukan? Saya terlalu lemah untuk urusan yang satu ini. Saya tidak bisa begitu saja pergi karena satu dua hal yang sungguh tidak bisa saya ceritakan. Tapi percayalah, saya benar-benar ingin keluar.

Kepada siapa lagi saya bisa bercerita tentang keabstrakan kisah hidup saya kalau bukan dengan kamu? Yang mungkin masih terjebak dalam situasi yang hampir sama. Kamu satu-satunya orang yang bisa menguatkan saya dengan sebuah pelukan, segelas teh hangat, dan selembar selimut hangatmu. Saya merindukan itu. Saya ingin menangis, tapi untuk apa? Untuk siapa?

Kali ini saya sudah tidak tahu lagi harus meminta apa kepada Tuhan. Saya juga bingung apa yang bisa kamu bantu. Saya hanya butuh teman yang berani mengatakan kepada dunia, kalau tidak ada yang lebih hebat dari kita berdua. Karena kita terlalu tangguh untuk dijajah semesta. Karena kita tidak mudah putus asa dan selalu mencoba bertahan apapun keadaannya. Percayakah kamu, saya menangis ketika menuliskan ini. Sungguh. Saya sangat merindukanmu. Merindukan semangat yang selalu kita bagi di setiap senja yang penuh melankoli.

Harus kemana saya mencari tawa yang dulu selalu menemani langkah kita? Tawa yang benar-benar tawa, bukan semacam topeng semata. Saya tidak bisa sebahagia dulu sekarang. Entah kemana saraf bahagia saya menguap. Tolong, ini yang saya minta dari kamu, bantu saya mencari saraf bahagia saya yang sudah lenyap.

Abstrak sekali ya cerita saya? Ya memang begitu keadaannya. Saya pun sampai sekarang juga masih belum percaya saya ada disini, dengan orang-orang itu, dengan perasaan yang demikian. Menurut saya ini terlalu jauh, terlalu dalam, dan saya ingin kembali ke kehidupan normal yang dulu pernah saya miliki. Apakah kamu juga merasakan demikian?

Saya rindu kamu, hanya itu yang ingin saya sampaikan. Saya rindu mengunyah senja hingga dini hari tanpa tidur. Saya rindu bercerita hingga berjam-jam lamanya tanpa mendapatkan kesimpulan apa-apa. Saya rindu menertawakan kepedihan yang kita alami. Saya rindu.

Terimakasih banyak ya, sahabatku. Saya mau sembahyang dulu. Dan kamu tahu apa yang ingin saya panjatkan kepada Tuhan setelah ini? Saya minta agar kita bisa dipertemukan secepatnya, di suatu langit sore yang syahdu, dan membawa pulang saraf bahagia yang telah lama hilang, kemudian kita bisa tidur dengan tenang, dengan senyum yang mengembang.

Oh iya, selain kamu yang saya rindukan, saya juga merindukan hal lain, yaitu : TIDUR.

:P

2 komentar:

Posting Komentar