Minggu, 17 Februari 2013

this sunday, i choose to remain silent.


Hari minggu sesederhana ini bisa didapatkan siapa saja. Mungkin bagiku cukup dengan memutar lagu-lagu Boyz II Men atau The Cranberries. Mungkin bagimu perlu ditambahkan sedikit The Milo atau Sigur Ros. Secangkir teh hangat dan tidak terlalu manis boleh juga dihidangkan. Kalau kamu, mungkin akan lebih memilih kopi hitam dengan sedikit gula. Sesekali ke dapur untuk mengambil makanan agar perut tidak kelaparan, karena hari minggu adalah petualangan. Petualangan pikiran. 

Segala hal mulai dari yang penting hingga konyol selama satu minggu biasanya aku simpan rapi dalam buku catatan kecil. Agar aku tidak lupa, kemana saja otakku berlari selama seminggu ini. Dan minggu adalah saat untuk melepaskan semua itu. Pikiran-pikiran itu akan aku jadikan apa saja. Lebih sering berbentuk prosa, kadang-kadang sajak berima, dan jarang sekali berwujud cerita.

Aku kurang pandai bercerita. Aku lebih senang menyatakan perasaan dengan ungkapan kiasan. Seperti aku lebih memilih mengatakan “makan bakso enak kali ya?” daripada “aku lapar”. Dampaknya, hanya aka nada beberapa orang yang mengerti bahwa aku lapar dibalik pernyataan “makan bakso enak kali ya”. Hal seperti itu selalu terjadi. Bukannya aku menikmati, hanya saja aku tidak tahu caranya berhenti.

Dan lihat saja, betapa aku adalah orang yang sangat tidak pandai bercerita. Sudah tiga paragraf aku tulis, tapi belum ada yang bisa kamu terjemahkan apa maksudnya. Padahal aku hanya ingin mengatakan, bahwa terkadang beberapa orang lebih memilih diam menjadi satu-satunya bahasa yang mereka punya. Bukan karena tidak ada yang ingin dikatakan, bukan karena tidak tahu apa yang ingin dibicarakan.

Jadi ketika aku berkata “aku lagi dengerin lagu kesukaan kita lho”, sebenarnya aku ingin mengatakan “aku kangen sama kamu”. lalu ketika aku mengirim pesan “kamu mau ketemuan sama siapa sih?” itu artinya “aku nggak suka kamu ketemuan sama dia”. Ya seperti itulah misalnya. Rumit ya? Memang. Maka dari itu aku tidak menuntut kamu untuk selalu mengerti “bahasa”ku. Tapi aku harap kamu belajar. Untuk mendengar lebih dari sekali.

Dan terakhir.
Ketika aku sekarang lebih banyak diam, bukan berarti aku tidak peduli lagi. Percayalah, kepedulianku terhadap kamu sekarang sedang mencapai titik tertingginya. Aku lebih memilih untuk tidak mengutarakannya, karena aku tidak mau membebanimu dengan segala perhatianku.

Sangat klise. Sama seperti hujan yang tiba-tiba turun dengan derasnya ketika aku menulis ini semua.

“in the name of love, some people choose to remain silent” –Niken Prathivi, for the Jakarta Post Sunday 02/17/2013

0 komentar:

Posting Komentar