Senin, 11 Juni 2012

Surat Terakhir


Saya temukan suratmu diantara surat-surat yang terabaikan. Di sana tertulis tanggal 29 Maret. Berarti sudah berbulan-bulan lamanya suratmu terabaikan di kotak itu. Tangan saya gemetar, hati saya berdegup tak karuan. Pikiran saya apalagi, berantakan. Kira-kira apa yang kamu tulis disana? Sebuah kalimat perpisahankah? Sebuah pernyataan maafkah? Atau pengakuan perasaan?

Ternyata benar. Kalimat pertama yang saya baca adalah ungkapan maaf. Maaf atas segala kesakitan berbalut keindahan yang selama ini kamu berikan. Selanjutnya, ucapan terimakasih. Terimakasih untuk waktu, pikiran, perasaan, dan pengertian yang selama ini mengalir sukarela dari diri saya. Tanpa pernah diminta. Terakhir, saya membaca kalimat perpisahan dan serangkaian harapan serta doa yang tidak sanggup lagi untuk saya cerna. 

Tapi harapanmu terlalu muluk-muluk. Harapanmu agar saya selalu bahagia, untuk sementara belum bisa saya wujudkan. Keinginanmu untuk melepaskan ini semua demi kebaikan bersama, sampai sekarang belum bisa saya mengerti hikmahnya. 

Lalu, bagaimana kabar saya sekarang setelah membaca suratmu yang baru saya temukan?
Kabar saya baik, dan hidup saya cenderung normal. Tapi saya belum bahagia, sebahagia waktu saya bisa mencintai kamu sebagai apapun yang saya mau
.
Kalau ditanya siapa yang ingin saya nikahi, tenang saja, jawaban saya masih sama. Kamu orangnya.
Terimakasih lho ya, untuk enam tahun yang begitu luar biasa.

#fiktifbelaka

0 komentar:

Posting Komentar